Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Game Online?

Mabar. Kata-kata ini paling sering saya dengar di kalangan anak-anak. Nggak hanya di sekolah. Di lingkungan dekat rumah juga jamak saya temui anak-anak berjejer. Alasannya, ya simple. Mabar. Heboh sendiri kalau sudah urusannya dengan game online. Lihat saja di grup WhatsApp atau Line anak-anak. Bahasanya ya kadang lumayan bikin ngelus dada.Belum lagi, ngomongin keusilan anak-anak. Ada saja ulahnya. Misalnya, memakai foto temannya sebagai display picture/profile picture. "Aib gue weh...!" seru anak-anak yang kadang sebal dengan ulah temannya. Saya teringat tetiba ada beberapa mantan murid saya yang menghubungi. "Pak, apakah bapak punya bisnis mobil sekarang?" Ditanya begitu, ya kaget tentunya. Punya saja belum, sudah jadi makelar pula. Selidik punya selidik, ada nomor WhatsApp yang memakai foto ijasah saya dan memperkenalkan diri sebagai Denis Guritno.

Kisah di atas bukan ilustrasi, tetapi kejadian nyata yang saya alami. Banyak hal dipelajari secara otodidak dari sesuatu yang viral atau perjumpaan dengan teman-temannya. Lebih asyik tentu. Bahkan tak jarang, belajar sendiri dari YouTube. Alhasil, perjumpaan orang lain atau bahkan dengan orangtua di rumah bisa jadi miskin kedalaman. Tak heran lari lah mereka ke Short YouTube, Reels, atau ke game online. Anak-anak mendapatkan yang bisa jadi tidak mereka peroleh dalam perjumpaan sehari-hari. Mereka memperolehnya justru dalam perjumpaan di media sosial.

Tak heran, selain mudahnya memberi like, mudah pula memberi komentar yang kadang berdekatan dengan "tepi jurang". Belum kalau bicara game online. Ada dunia yang bisa jadi sangat berbeda dengan dunia nyata yang dihadapi anak-anak ini.Suatu kali, saya pun mencoba mendownload Game dengan ponsel saya. Yang saya suka tentu game peperangan. Dan, luar biasa sambutannya. Ketika bergabung, saya  langsung disambut dengan meriah, "Selamat datang Prajurit. Andalah pahlawan yang akan membebaskan bangsa kita dari invasi bangsa lain!" Begitu sambutannya.

Kemudian, saya mendapat penjelasan dan tuntunan yang sangat jelas tentang musuh-musuh yang bakal saya hadapi. Siapa saja mereka, apa saja kehebatannya, dan sebagainya. Untuk menghadapi mereka pun, saya dibekali berbagai senjata ampuh dan amunisi lainnya. Di usia saya, saya boleh memilih senjata atau perlengkapan yang sesuai kebutuhan. Bahkan sebelum itu, saya masuk camp pelatihan untuk melatih kemampuan motorik saya; berlari, menghindar, menahan napas ketika menembak, merunduk, merayap, mengincar lawan, dan menekan picu senjata dengan tepat.  Bahkan, ketika memanfaatkan senjata yang disediakan, disediakan pula sesi khusus latihan. Canggih dan sangat imajinatif.

Kisah mempertahankan kemerdekaan bangsa pun dimulai. Saya pun beraksi. Setiap berhasil menaklukkan lawan yang menghadang sepanjang perjalanan, saya dielu-elukan. Muncul pemberitahuan, siapakah sniper terbaik, gunman terhebat, atau tentara dengan kemampuan di ambang batas. Bahkan, tak jarang apresiasi itu berupa kotak dengan tambahan senjata atau perlengkapan yang lebih canggih.

Kalau gagal, bagaimana? Saya tak mendapat hukuman atau cacian. Sebaliknya, saya dihidupkan kembali, diminta mencoba lagi, coba lagi, dan coba lagi. Sampai berhasil. Lalu ketika berhasil mengalahkan, apresiasinya sungguh luar biasa. Tepuk tangan dengan gemuruh pesta kembang api menghiaasi layar saya. Saya betul-betul disanjung sebagai pahlawan. Tak jarang, saya pun bertemu para pahlawan bangsa lain dalam pesta para juara yang mempertontonkan kehebatan mereka.

Bayangkan, apa yang saya alami ini juga dialami oleh anak-anak kita? Lebih dahsyat efeknya! Menurut hemat saya, daya ikatnya ada pada ikatan emosional yang terjalin. Game online memberi ruang apresiasi yang bisa jadi tidak didapat dengan cukup. Bagi saya, inilah jawabannya. Dengan tidak menggantikan ruang apresiasi, anak-anak selalu punya tempat untuk kita. Setidaknya, bisa dimulai dengan belajar mendengarkan kegalauan dan ruang-ruang sepi mereka. Saya yakin mereka pun gamang menghadapi serbuan budaya dan informasi yang begitu membeludak. Ayo bapak ibu, ulurkan tangan dan hati kita untuk anak-anak. Mereka tetap membutuhkan kita. Salam!


SUMBER :  https://www.kompasiana.com/denisguritno/6519af4508a8b5642f4c76a2/apa-yang-kece-dari-logika-game.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JAM

JUMLAH KUNJUNGAN

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini, semoga Artikel-artikel dari kami dapat bermanfaat, kirimkan penilaian, saran dan kritik tentang Blog pada Menu Kontak Kami… Salam Zulfa Gemilang Store